
Diskusi Bersama Pengendalian Resiko Bencana di Pantai Padang
KACAK MEDIA – PADANG – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menggelar diskusi pada Senin (6/2/23) dihalaman Masjid Al-Hakim Kota Padang bersama dengan Pemerintah Kota Padang bertajuk: “Rancangan Infrastruktur Abrasi Pesisir Pantai Padang Berbasis Mitigasi Bencana”.
Dengan wilayah pesisir sepanjang 68,13 Km, kota Padang dinilai penting membangun infrastruktur perlindungan pantai dari abrasi air laut. Hal ini didasari 25,7% perekonomian provinsi Sumbar berpusat di Kota Padang. Mayoritas kegiatan ekonomi berbasis perdagangan, transportasi, dan industri berada di zona merah.
Di wilayah itu terindikasi dua resiko bencana yaitu tsunami yang bersifat rapid on set dan abrasi yang bersifat slow on set.
“Jika kita membangun infrastruktur untuk melindungi Pantai Padang, kita telah menyelamatkan 25 persenperekonomian provinsi Sumbar,” tutur Medi Iswandi, Direktur Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Sumbar.
Plt. Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB mengungkapkan, pada prinsipnya setiap pantai memiliki siklusnya masing-masing. Misalnya pada musim barat dan timur gelombang didominasi muatan sedimen pasir ke arah tegak lurus pantai. Sedangkan pada peralihan musim, gelombang membentuk arus sepanjang pantai yang mengangkut sedimen sepanjang pantai baik arahutara-selatan maupun sebaliknya.
Abrasi yang terjadi di sepanjang Pantai Padang juga memiliki tipikal masing-masing. Seperti di sekitar Monumen Merpati Perdamaian hingga kawasan Muaro, karakteristik abrasi dominan dalam arah tegak lurus pantai. Lain lagi dengan kawasan di bagian utara di sekitar Bandara Internasional Minangkabau (BIM), gelombang dan arus masih dominan bergerak sejajar pantai. Karakteristik ini juga tentatif seiring berjalannya waktu. “Prinsip dan krakteristik ini yang harus kita petakan satu-persatu untuk menentukan pelindung pantai seperti apa agar efektif untuk mencegah abrasi,” jelasnya.
Menurut Abdul, salah satu opsi infrastruktur untuk menanggulangi Abrasi Pantai Padang saat ini adalah dengan membangun dermaga lepas pantai yang sejajar dengan pantai, berjarak 50 hingga 100 meter di lepas pantai. “Secara alami, dengan adanya pemecah gelombang offshore yang sejajar pantai, akan terbentuk Tombolo atau endapan pasir yang terbawa arus yang tegak lurus dengan pantai,” tambahnya.
Adanya infrastruktur lepas pantai tersebut akan mendukung terjadinya endapan di sisi belakang struktur hingga garis pantai, endapan inilah yang nantinya dapat dimanfaatkan untuk menanam vegetasi, seperti mangrove, cemara udang dan beragam vegetasi lain yang dapat meminimalisir abrasi sekaligus mereduksi dampak risiko jika terjadi tsunami. Pembangunan infrastruktur fisik sebaiknya dilakukan secara pararel dengan upaya mitigasi berbasis vegetasi.

“Pembangunan infrastruktur ini hanya berlaku 50-70 tahun, karena bangunan fisik akan melemah dari waktu ke waktu. Sedangkan kalau vegetasi, semakin lama ditanam justru akan semakin kuat menahan gelombang. Sementara tsunami memiliki siklus berulang, 50 hingga ratusan tahun” pungkas Abdul.
Jarot Widyoko, Dirjen Sumber Daya Perairan PUPR menyampaikan pihaknya akan memprioritaskan pengamanan pantai di sekitar Masjid Al-Hakim pada 2023. “Yang akan kita bangun berbentuk revetmen sepanjang 500 meter di sepanjang Pantai Padang. Selain pantai, kami juga akan melakukan normalisasi sungai di Batang Kandis,” kata Jarot.
Wali Kota Padang, Hendri Septa mengatakan, warga Kota Padang sangat membutuhkan perhatian daripemerintah pusat untuk mengantisipasi erosi dan tsunami di Pantai Padang. “Kita tidak pernah berharap datangnya bencana, tapi kita tetap harus waspada. Sekali lagi terima kasih, semoga dengan adanya diskusi ini segala hal yang telah direncanakan untuk melindungi pesisir Pantai Padang dapat terlaksana secepatnya,” pungkasnya.